Senin, 03 Oktober 2016

EL NINO, PENGERTIAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERTANIAN


Fenomena El-Nino
El Nino adalah suatu gejala penyimpangan kondisi laut yang ditandai dengan meningkatnya suhu permukaan laut (sea surface temperature-SST) di samudra Pasifik sekitar equator (equatorial pacific) khususnya di bagian tengah dan timur (sekitar pantai Peru). Karena lautan dan atmosfer adalah dua sistem yang saling terhubung, maka penyimpangan kondisi laut ini menyebabkan terjadinya penyimpangan pada kondisi atmosfer yang pada akhirnya berakibat pada terjadinya penyimpangan iklim.
Dalam kondisi iklim normal, suhu permukaan laut di sekitar Indonesia (pasifik equator bagian barat) umumnya hangat dan karenanya proses penguapan mudah terjadi dan awan-awan hujan mudah terbentuk. Namun ketika fenomena el-nino terjadi, saat suhu permukaan laut di pasifik equator bagian tengah dan timur menghangat, justru perairan sekitar Indonesia umumnya mengalami penurunan suhu (menyimpang dari biasanya). Akibatnya, terjadi perubahan pada peredaran masa udara yang berdampak pada berkurangnya pembentukan awan-awan hujan di Indonesia.
Fenomena el-nino diamati dengan menganalisis data-data atmosfer dan kelautan yang terekam melalui weather buoy yaitu suatu alat perekam data atmosfer dan lautan yang bekerja otomatis dan ditempatkan di samudra. Di samudra pasifik, setidaknya saat ini terpasang lebih dari 50 buah buoy yang dipasang oleh lembaga penelitian atmosfer dan kelautan Amerika (National Oceanic and Atmospheric Administration-NOAA) sejak 1980-an. Dengan alat-alat inilah kita mendapatkan data suhu permukaan laut sehingga bisa melakukan pemantauan terhadap kemunculan fenomena el-nino.
Fenomena el-nino bukanlah kejadian yang terjadi secara tiba-tiba. Proses perubahan suhu permukaaan laut yang biasanya dingin kemudian menghangat bisa memakan waktu dalam hitungan minggu hingga bulan. Karena itu pengamatan suhu permukaan laut juga bisa bermanfaat dalam pembuatan prediksi atau prakiraan akan terjadinya el-nino, karena kita bisa menganalisis perubahan suhu muka laut dari waktu ke waktu. Di BMKG, pemantauan terhadap fenomena el-nino juga dilakukan dengan memanfaatkan data dari buoy-buoy tersebut. Pemantauan ini dilakukan dengan membuat peta perkembangan suhu lautan baik sebaran spasial (lintang-bujur) maupun irisan vertikal yaitu peta suhu laut untuk beberapa tingkat kedalaman. Produk-produk analisis ini tersedia di web resmi BMKG.
Dampak el nino
Pusat prakiraan iklim Amerika (Climate Prediction Center) mencatat bahwa sejak tahun 1950, telah terjadi setidaknya 22 kali fenomena el-nino, 6 kejadian di antaranya berlangsung dengan intensitas kuat yaitu 1957/1958, 1965/1966, 1972/1973, 1982/1983, 1987/1988 dan 1997/1998. Intensitas el-nino secara numerik ditentukan berdasarkan besarnya penyimpangan suhu permukaan laut di samudra pasifik equator bagian tengah. Jika menghangat lebih dari 1.5 oC, maka el-nino dikategorikan kuat.
Sebagian besar kejadian-kejadian el-nino itu, mulai berlangsung pada akhir musim hujan atau awal hingga pertengahan musim kemarau yaitu Bulan Mei, Juni dan Juli. El-nino tahun 1982/1983 dan tahun 1997/1998 adalah dua kejadian el-nino terhebat yang pernah terjadi di era modern dengan dampak yang dirasakan secara global. Disebut berdampak global karena pengaruhnya melanda banyak kawasan di dunia. Amerika dan Eropa misalnya, mengalami peningkatan curah hujan sehingga memicu bencana banjir besar, sedangkan Indonesia, India, Australia, Afrika mengalami pengurangan curah hujan yang menyebabkan kemarau panjang.
Di Indonesia, masih jelas dalam ingatan kita, pada tahun 1997 terjadi bencana kekeringan yang luas. Pada tahun itu, kasus kebakaran hutan di Indonesia menjadi perhatian internasional karena asapnya menyebar ke negara-negara tetangga. Kebakaran hutan yang melanda banyak kawasan di Pulau Sumatera dan Kalimantan saat itu, memang bukan disebabkan oleh fenomena el-nino secara langsung. Namun kondisi udara kering dan sedikitnya curah hujan telah membuat api menjadi mudah berkobar dan merambat dan juga sulit dikendalikan. Di sisi lain, kekeringan dan kemarau panjang juga menyebabkan banyak wilayah sentra pertanian mengalami gagal panen karena distribusi curah hujan yang tidak memenuhi kebutuhan tanaman.
Publikasi-publikasi ilmiah menunjukkan bahwa dampak el-nino terhadap iklim di Indonesia akan terasa kuat jika terjadi bersamaan dengan musim kemarau, dan akan berkurang (atau bahkan tidak terasa) jika terjadi bersamaan dengan musim penghujan. Dampak el-nino juga ternyata berbeda-beda antara satu tempat dengan tempat lain, bergantung pada karakteristik iklim lokal. Oleh karena itu, menjadi menarik bagi para analis iklim untuk memperhatikan sebaran dampak el-nino dari bulan ke bulan (khususnya di musim kemarau) dan dari satu lokasi ke lokasi lain, berdasarkan catatan kejadian el-nino di masa lalu. Analisis semacam ini bisa dijadikan acuan dalam menyusun kebijakan terkait dampak elnino, misalnya saja dalam kebijakan tentang ketahanan pangan.
Pengaruh el nino terhadap pertanian
Sebagai gambaran dampak buruk El nino tahun 1997, sawah mengalami kekeringan dan terjadi kebakaran hutan di berbagai tempat, kekeringan sawah berdampak pada penurunan produksi beras, sehinhha Indonesia harus import beras lagi, demikian pula kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantam yang menimbulkan kabuy asap hingga ke negara tetangga.
Dampak El nino pada musim kemarau yang berkepanjangan dapat mengganggu masa tanam padi. Kondisi ini dikhawatirkan mengganggu pasokan beras, karena El Nino yang saat ini mengancam berpotensi mempengaruhi masa tanam di kwartal terakhir
Berbagai dampak kekeringan yang dapat ditimbulkan antara lain menurunnya persediaan air (air permukaan dan air tanah), terganggunya pola tanam, pertanaman mengalami puso, meningkatkan serangan organisme perusak tanaman (OPT), dan kebakaran hutan. Fenomena yang mulai melanda sejak Juni itu juga berakibat pada mundurnya awal musim hujan pada 2015 sampai 2016.
Kemungkinan terjadinya suhu yang kering ditambah tidak adanya hujan cukup besar. Daerah yang lebih merasakan dampak El Nino berada di selatan khatulistiwa.Yakni, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Kalau pengaruh ini terus menguat pertanian bisa gagal panen.
Lahan pertanian tidak ditanami karena tidak ada air kira-kira sampai enam bulan ke depan, dan akan semakin kuat di akhir tahun. Namun ada juga fenomena naiknya air yang bersuhu lebih dingin, dan membawa banyak makanan bagi ikan, oleh karena itu El Nino juga bisa meningkatkan hasil laut.
Untuk mengantisipasi dampak ini hal-hal yang bisa dilakukan antara lain dengan percepatan masa tanam di daerah tertentu; mengembangkan varietas padi yang bisa ditanam dan tumbuh di daerah sedikit air; memanfaatkan lahan basah atau rawa saat airnya susut untuk ditanami padi. Masyarakat tidak perlu memaksakan diri untuk menanam padi pada musim kemarau, terutama areal yang tidak ada irigasinya.
Penjadwalan tanam sesuai dengan ketersediaan air perlu dilakukan. Di daerah yang beririgasi teknis dilakukan percepatan tanam yang dibarengi dengan mobilisasi mesin pengolah lahan. Menerapkan usaha tani dengan varietas yang relatif sedikit memerlukan air seperti kacang hijau, sorgum,dan palawija lainnya.
Menyiapkan pompa air untuk sumur pantek dan air permukaan. Di tingkat organisasi perlu memfungsikan dan meningkatkan partisipasi perkumpulan petani pemakai air (P3A) dalam rehabilitasi dan pendistribusian air irigasi. Secara aktif melaksanakan gerakan hemat air dan pengaturan distribusi air (gilir giring), pemeliharaan dam, atau embung untuk menampung air

Tidak ada komentar:

Posting Komentar